...welcome to my blog...
a place where we can toast & drink
a place where we can share & comment
a place where there no bullshit & everybody can come

Senin, 14 Februari 2011

Sejarah Indonesia dari Jaman Pendudukan Jepang Hingga Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan

Sejarah Indonesia dari Jaman Pendudukan Jepang Hingga Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan

A.    Zaman Pendudukan Jepang
   Awal mula pendudukan Jepang di Indonesia adalah ketika perang dunia II berlangsung di daratan Eropa. Dalam situasi perang hebat inilah Jepang mencoba mencari celah untuk menguasai wilayah jajahan bangsa-bangsa barat di daratan Asia. Hal ini dilakukan Jepang untuk mewujudkan ideologi “Hakko Ichi-u” yang dianutnya. Dalam ideologi tersebut diyakini bahwa Jepang adalah penguasa dunia.
Setelah menduduki Cina (1937) dan Vitenam (1940), Jepang menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii pada tanggal 8 Desember 1941. Oleh karena itu, Sekutu membentuk ABDACOM, komando gabungan yang bermarkas di Lembang, Bandung. ABDACOM yang dipimpin Jenderal Terpoorten ini bertugas untuk melawan serangan Jepang di Asia Pasifik. Namun komando gabungan ini gagal karena singkatnya waktu yang mereka miliki.
Agresi Jepang di Asia terhitung cepat. Hal ini dikarenakan pihak Sekutu lebih mengutamakan kemenangan mereka terhadap kelompok Jerman-Italia. Akibatnya, satu per satu daerah jajahan Sekutu di Asia berhasil direbut Jepang. Diawali dengan Malaysia yang dua kapal perangnya, Prince of Wales dan Repulse, berhasil ditenggelamkan. Setelah itu penyerangan Jepang berlanjut ke Negara Filipina, Hongkong, Birma, dan Singapura yang kesemuanya berhasil ditaklukkan oleh Jepang.
Tidak berhenti di situ, Jepang mulai menyerang Indonesia. Tanggal 11 Januari 1942, Jepang menduduki Tarakan, Kalimantan Timur. Kemudian Balikpapan jatuh tanggal 24 Januari 1942 dan berturut-turut Jepang menguasai Pontianak, Samarinda, dan Banjarmasin. Bahkan pada tanggal 16 Februari 1942, Jepang sukses menduduki sumber minyak di Palembang. Dari sinilah Jepang dapat mulai menyerang pulau Jawa.
Jepang mengirim pasukan Tentara ke-16 yang berpusat di Jakarta untuk merebut Pulau Jawa. Dipimpin Letjen Imamura Hitoshi, mereka mendarat di Teluk Banten, Eretan(Indramayu) dan di Pantai Kragan, Jawa Tengah pada tanggal 1 Maret 1942. Kemudian pada tanggal 5 Maret 1942, Batavia (Jakarta) dan Banten jatuh ke tangan Jepang, sehingga Belanda mengungsi ke Bandung.
Pasukan Jepang di Jawa dibagi menjadi dua kelompok, salah satunya bertugas mengejar Belanda ke Bandung, dan lainnya menuju ke selatan hingga akhirnya berhasil merebut Subang dan lapangan terbang Kalijati. Jepang pun berhasil mendesak pasukan Belanda di Bandung hingga ke Lembang. Pada akhirnya, panglima angkatan perang Amerika Serikat, Jenderal Terpoorten, menyerah tanpa syarat kepada Letjen Immamura pada tanggal 8 Maret 1942. Kejadian tersebut terangkum dalam perjanjian Kalijati yang dilangsungkan di Kalijati, Jawa Barat. Oleh karena itu, sejak saat itulah Indonesia menjadi daerah jajahan Jepang.
Di bawah kekuasaan Jepang, Indonesia dibagi menjadi tiga daerah pemerintahan sebagai berikut:
a.       pemerintahan militer Angkatan Darat (Tentara ke-25) untuk wilayah Sumatera dengan pusat di Bukittinggi
b.      pemerintahan militer Angkatan Darat (Tentara ke-16) untuk wilayah Jawa dengan pusat di Jakarta
c.       pemerintahan militer Angkatan Laut (Armada Selatan ke-2) untuk daerah Indonesia Timur dengan pusat di Makassar.
Selain pembagian wilayah, Jepang juga melakukan kampanye propaganda untuk meminta dukungan rakyat dalam melawan Sekutu. Kampanye tersebut dikenal dengan nama Gerakan 3A dengan slogan “Jepang Pemimpin Asia, Jepang Perlindung Asia,Jepang Cahaya Asia”. Gerakan 3A ini dipimpin oleh Mr. Sjamsuddin.
Dalam kampanyenya, Jepang memainkan peran sebagai pembebas seluruh bangsa Asia dari imperialisme Barat serta menyatukannya dalam “Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya”. Tetapi pada kenyataannya, Jepang juga bersikap semena-mena terhadap rakyat Indonesia melalui berbagai kebijakan yang diterapkannya selama menjajah Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Pengekangan Politik
Jepang melarang keberadaan organisasi-organisasi sosial politik di Indonesia karena semua kegiatan politik dikendalikan Jepang. Organisasi sosial politik bentukan Jepang adalah MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia) yang kemudian dirubah namanya menjadi Masyumi pada bulan Oktober 1941.
Selain itu, Jepang juga memaksakan “Niponisasi” terhadap rakyat yang meliputi tradisi Seikerei (membungkuk ke arah matahari sebagai penghormatan kepada Tenno Haika/Kaisar Jepang dan Dewa Matahari), pemakaian istilah-istilah Jepang dalam pemberian nama jabatan pemerintahan, diwajibkannya pengajaran bahasa Jepang di sekolah-sekolah, larangan pemakaian bahasa Belanda, dan larangan untuk mengibarkan bendera Belanda. Bahkan Jepang pun melarang pengibaran sang saka merah putih pada awal masa pendudukan Jepang di Indonesia. Jepang hanya mengizinkan pengibaran bendera Hinomaru (bendera Jepang).
  1. Mobilisasi Pemuda
Jepang sangat memperhatikan kalangan pemuda di Indonesia karena Jepang ingin menjadikan mereka sebagai anggota perang bagi Jepang. Oleh karena itu, Jepang memobilisasi kaum pemuda dalam berbagai wadah pelatihan semi militer. Wadah-wadah pelatihan tersebut antara lain Seinendan (Barisan Pemuda), Tiho Seinendan (Barisan Pemuda Daerah), Keibodan (Barisan Pembantu Polisi) di Jawa, Borneo Konen Hokokudan di Kalimantan, Bogodan di Sumatra, dan Heiho (Pembantu Prajurit). Selain pelatihan-pelatihan untuk kaum pemuda, Jepang juga membentuk himpunan bagi kaum wanita. Himpunan tersebut bernama Fujinkai (Himpunan Wanita). Himpunan ini  bertugas di dapur umum untuk menyediakan makanan bagi pasukan Jepang, serta bertugas mengumpulkan dana wajib dari rakyat berupa perhiasan dan hewan ternak.
  1. Pengerahan Tenaga Kerja
Jepang mengerahkan para penduduk yang menganggur sebagai romusha, yaitu tenaga kerja Jepang yang bertugas untuk membangun berbagai sarana perang. Namun karena banyak dari mereka yang meninggal, akhirnya Jepang merekrut penduduk-penduduk desa untuk turut menjadi romusha.
Awalnya rakyat bersedia untuk menjadi tenaga kerja Jepang secara sukarela, tapi seiring dengan meningkatnya kebutuhan perang, Jepang memaksa banyak penduduk untuk menjadi romusha. Bahkan banyak dari mereka yang dikirim ke luar Jawa dan luar Indonesia untuk menjadi garis belakang pertahanan Jepang. Tetapi sayangnya, Jepang tidak memperhatikan konsumsi dan kesehatan para pekerja mereka sehingga banyak romusha yang tewas karena sakit, kelelahan, dan karena disiksa.
Selain mengerahkan para romusha, Jepang juga menempatkan rakyat di perkebunan-perkebunan untuk menanam berbagai hasil bumi yang menguntungkan Jepang dalam memenuhi kebutuhan perang. Rakyat juga diwajibkan menanam pohon jarak yang minyaknya dipakai untuk pelumas mesin-mesin perang dan pohon kina untuk obat malaria. Bahkan rakyat juga diwajibkan menyerahkan padi, jagung, dan hewan ternak dengan jumlah yang telah ditentukan.
Kebijakan Jepang menyangkut kegiatan pertanian di atas menyebabkan turunnya produksi bahan makanan pokok di Indonesia. Hal ini jelas menyengsarakan rakyat Indonesia karena rakyat yang telah dipekerjakan dengan semena-mena harus menderita kekurangan bahan pangan.
Penderitaan rakyat yang semakin menjadi-jadi menimbulkan banyak perlawanan dari pihak rakyat kepada Jepang. Perlawanan-perlawanan tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Perlawanan rakyat Aceh. Perlawanan ini dipimpin Tengku Abdul Jalil sejak tanggal 10 November 1942. Awalnya rakyat berhasil mengusir Jepang, tapi keadaan menjadi terbalik setelah Jepang mendatangkan bala bantuan dan membakar masjid. Akhirnya Tengku Abdul Jalil melarikan diri dan tewas tertembak oleh Jepang ketika sedang menjalankan shalat.
  2. Perlawanan rakyat Tasikmalaya. Perlawanan ini dipimpin K.H. Zainal Mustofa pada tanggal 25 Februari 1944. Perlawanan ini dipicu oleh penolakan K.H. Zainal Mustofa terhadap tradisi seikeirei yang diberlakukan Jepang karena bertentangan dengan ajaran islam. Tapi sayang, rakyat Tasik beserta pemimpinnya berhasil ditangkap Jepang dan dikirim ke Jakarta. Mereka dijatuhi hukuman mati pada tanggal 25 Oktober 1944
  3. Perlawanan rakyat Indramayu. Perlawanan terjadi di beberapa desa, yaitu desa Kopiah, Anjatan, Kaplongan Karangampel, dan di desa Cidempet. Pemimpin perlawanan di desa Cidempet adalah K.H. Srengsrengan dan Kyai Madrias. Perlawanan itu dipicu oleh naiknya pungutan beras menjadi 25 kg yang memberatkan rakyat.
  4. Perlawanan prajurit PETA. Perlawanan ini terjadi di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 14 Februari 1945. Para prajurit PETA merasa tidak tahan lagi melihat penderitaan rakyat Indonesia yang semakin menyengsarakan. Tapi prajurit PETA terdesak oleh pasukan Jepang hingga mereka mundur ke lereng gunung Kawi. Ketika mereka tertangkap, mereka diadili dan beberapa bahkan dihukum mati. Tapi keberadaan Supriyadi, sang pemimpin utama dalam perlawanan prajurit PETA ini tidak diketahui keberadaannya.
Selain perlawanan yang dilakukan secara terang-terangan di atas, beberapa tokoh nasionalis juga melakuka pergerakan di bawah tanah secara diam-diam. Tokoh-tokoh tersebut antara lain A.A. Maramis, Amir Syariffudin, Sukarni, Sutan Syahrir, Wikana, dan Chaerul Saleh. Cara-cara yang mereka lakukan meliputi kontak rahasia, persiapan penyambutan kemerdekaan, dan pemantauan keadaan perang di luar negeri.
B.     Wadah-Wadah Persiapan Kemerdekaan
Dalam melaksanakan persiapan kemerdekaan Indonesia, dibentuk beberapa badan atau organisasi. Badan-badan tersebut ada yang bersifat resmi dan ada pula yang tak resmi. Tugas badan-badan tersebut kurang lebih menyangkut mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Para anggota dari badan-badan tersebut ada yang bergerak secara terang-terangan (meskipun terselubung, tetapi gerakan mereka termasuk jelas karena mereka bergerak dalam naungan badan bentukan Jepang) dan ada pula yang bergerak secara diam-diam.
Organisasi yang paling terkenal adalah BPUPKI dan PPKI. Kedua badan itu adalah badan bentukan Jepang. Yang dibentuk pertama kali adalah BPUPKI. Setelah BPUPKI dianggap selesai melaksanakan tugasnya, BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya, dibentuk PPKI untuk menindaklanjuti hasil kinerja BPUPKI sebelumnya.
Selain kedua organisasi itu, ada pula badan-badan sebagai bentuk pergerakan rakyat. Salah satu organisasi tersebut adalah Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Organisasi ini merupakan organisasi militer bentukan Jepang yang diresmikan pada tanggal 1 Maret 1943. Tugasnya adalah menghimpun seluruh kekuatan rakyat untuk membantu Jepang mempertahankan Asia-Raya, menghapus imperialisme barat, dan mempererat hubungan Indonesia-Jepang. Organisasi Putera dipimpin oleh empat serangkai yang terdiri dari Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat), dan K.H. Mansyur. Beberapa anggotanya adalah Supomo, Achmad Subarjo, dan G.S.S.J. Ratulangi.
Meskipun dilihat dari tujuannya Putera menguntungkan pihak Jepang, tapi pada kenyataannya Putera lebih menguntungkan kaum nasionalis selaku pemimpin dan anggotanya. Para tokoh nasionalis tersebut memiliki peluang untuk menghimpun massa dari rakyat dalam jumlah besar melalui berbagai pertemuan dan media komunikasi. Penghimpunan yang mereka lakukan bertujuan untuk menanamkan semangat dan menyiapkan mental rakyat dalam usaha mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Tapi sayangnya, pembelotan tokoh nasionalis tersebut pada akhirnya diketahui oleh Jepang. Jepang yang merasa ditipu dan dirugikan akhirnya membubarkan organisasi Putera. Pembubaran tersebut terjadi pada tahun 1944.
Setelah Putera dibubarkan, Jepang membentuk organisasi baru yang bernama Jawa Hokokai (Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa). Organisasi ini bertugas untuk mengumpulkan padi, jagung, emas, permata, dan besi dari rakyat serta mengambil minyak dari pohon jarak yang ditanam rakyat. Salah satu bagian dari organisasi ini adalah organisasi Barisan Pelopor yang dipimpin oleh Soekarno. Meskipun Jawa Hokokai diawasi oleh pihak Jepang, tapi anggota yang berasal dari Barisan Pelopor masih dapat membelot dari Jepang. Mereka melancarkan gerakan mereka kepada kaum pemuda untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Mereka berusaha menanamkan persatuan dan kesatuan di kalangan pemuda dan rakyat pada umumnya.
Organisasi-organisasi di atas adalah organisasi yang bersifat resmi dan bergerak secara terang-terangan. Di samping organisasi-organisasi resmi tersebut, ada pula kelompok-kelompok yang bergerak secara diam-diam. Hal ini terkenal dengan sebutan Pergerakan di Bawah Tanah. Pergerakan ini dipimpin oleh A.A. Maramis, Amir Syariffudin, Sukarni, Sutan Syahrir, Wikana, dan Chaerul Saleh. Orang-orang tersebut merupakan orang-orang yang berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia harus diraih dengan tangan rakyat bukan didapat dari pemberian Jepang. Kegiatan yang mereka lakukan meliputi kontak rahasia, persiapan untuk penyambutan kemerdekaan, dan pemantau terhadap situasi perang di luar negeri.
C.     Sidang-Sidang BPUPKI dan PPKI
Pada tanggal 1 Maret 1945, pemimpin Tentara ke-16 di Jawa, Jenderal Harada Kumakici, membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas BPUPKI adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting menyangkut kehidupan politik dan ekonomi dalam upaya mewujudkan kemerdekaan Indonesia. BPUPKI ini disahkan pada tanggal 29 April 1945.
BPUPKI terdiri dari seorang kaico (ketua), dua orang fuku kaico (ketua muda), dan enam puluh orang iin (anggota). selain itu, BPUPKI juga memiliki tujuh orang lain berkebangsaan Jepang yang selalu hadir dalam setiap rapat meskipun tujuh orang ini tidak memiliki hak suara dalam rapat. Jepang menunjuk Radjiman Wediodiningrat sebagai ketua, serta Ichi Bangase dan R.P. Soeroso sebagai ketua muda.
Sidang pertama BPUPKI berlangsung antara tanggal 28 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. Dalam sidang ini, BPUPKI membahas mengenai perumusan undang-undang dasar negara. Dalam sidang ini, ada tiga pandangan yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh BPUPKI.
Pendapat pertama dikemukakan oleh Muhammad Yamin. Beliau berpendapat bahwa dasar negara Indonesia harus tersusun atas lima sila yang meliputi Peri-Kebangsaan, Peri-Kemanusiaan, Peri-Ketuhanan, Peri-Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.
Pendapat kedua datang dari Supomo. Beliau berpendapat bahwa dasar negara Indonesia sebaiknya disusun atas lima sila. Lima sila tersebut adalah Persatuan, Kekeluargaan, Keseimbangan Lahir dan Batin, Musyawarah, dan Kesejahteraan.
Pendapat terakhir datang dari Soekarno. Ia menyatakan gagasannya tentang dasar negara Indonesia yang juga terdiri dari lima sila. Lima sila tersebut meliputi Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme atau Perikemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi; Kesejahteraan Sosial; dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari ketiga pandangan di atas, gagasan Soekarnolah yang paling banyak menarik perhatian peserta rapat. Karena beliau juga menamai gagasannya tersebut dengan nama Pancasila atas saran dari teman beliau yang merupakan seorang ahli bahasa.
Setelah sidang pertama tersebut, yaitu selama masa rehat, BPUPKI membentuk panitia sembilan yang terdiri dari Soekarno, Moh. Hatta, Moh. Yamin, Achmad Soebarjo, A.A. Maramis, Abdul Kahar Muzakkir, K.H. Wachid Hasjim, H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosoejoso. Tugas mereka adalah menampung saran dan pendapat para anggota BPUPKI tentang dasar negara dari ketiga tokoh yang diutarakan dalam sidang pertama BPUPKI.
Dalam masa rehat, panitia sembilan mengadakan sidang resmi pada tanggal 22 Juni 1945. Sidang ini dipimpin oleh Soekarno untuk membahas rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hasil rapat ini disampaikan dalam sidang BPUPKI yang kedua yaitu pada tanggal 10 hingga 17 Juli 1945. Hasil rapat panitia sembilan itu dikenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Adapun isi dari Piagam Jakarta adalah sebagai berikut:
1.      Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setelah rancangan pembukaan UUD dalam Piagam Jakarta disetujui, BPUPKI membentuk panitia perumus yang beranggotakan enam orang untuk merancang UUD. Panitia ini diketuai oleh Profesor Soepomo. Panitia ini menghasilkan rancangan UUD berupa pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan UUD, dan batang tubuh UUD. Untuk selanjutnya, hasil kerja panitia perumus tersebut dilaporkan dalam sidang ketiga BPUPKI.
Sidang BPUPKI yang ketiga dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945. Dalam sidang tersebut, rancangan UUD yang dilaporkan oleh Soekarno, disahkan. Setelah itu, tugas BPUPKI dianggap telah selesai. Dan pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan.
Sebagai penerus persiapan kemerdekaan Indonesia, Jepang membentuk Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 7 Agustus 1945. Badan ini terdiri dari 21 orang anggota yang terdiri dari 12 orang perwakilan Jawa, 3 orang perwkilan Sumatra, 2 orang perwakilan Sulawesi, seorang perwakilan Kalimantan, seorang perwakilan Sunda Kecil, seorang perwakilan Maluku, dan seorang perwakilan keturunan Cina.
Pada tanggal 9 Agustus 1945, Soekarno; Moh. Hatta; dan Dr. Radjiman Wediodiningrat berangkat ke Dalat, Vietnam atas undangan Marsekal Terauchi, panglima Jepang di Asia Tenggara. Dalam pertemuan tersebut Jenderal Terauchi menyampaikan mengenai keputusan penyerahan kemerdekaan bagi Indonesia, pelaksanaan kemerdekaan dilakukan oleh PPKI, kemerdekaan akan berlangsung setelah semua persiapan selesai, penyerahan wilayah-wilayah Indonesia secara bertahap (dimulai dari pulau Jawa kemudian disusul dengan pulau-pulau lainnya), dan wilayah Indonesia meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda.
Saat ketiga tokoh tersebut telah pulang ke Indonesia, Sekutu mengebom kota Hiroshima dan Nagasaki. Bahkan tersiar kabar bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Kejadian tersebut memunculkan kondisi vacuum of power di Indonesia, yaitu suatu kondisi dimana Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan.
 Hal ini menimbulkan terciptanya dua kubu yang berbeda pendapat. Dua kubu tersebut adalah golongan tua dan golongan muda. Golongan tua terdiri dari Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Iwa Kusumasumantri, Dr. Buntaran, Dr. Samsi, Achmad Subardjo, dan Chaerul Saleh. Sedangkan golongan muda terdiri dari Sutan Syahrir, Sukarni, Mbah Diro, Yusuf Kunto, B.M. Diah, Wikana, dan Darwis.
Soekarno-Hatta dari golongan tua bermaksud membicarakan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia dalam rapat PPKI yang rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus 1945. Tapi hal itu tidak disetujui oleh golongan muda yang menganggap PPKI sebagai badan bentukan Jepang dan mereka tidak ingin memperoleh kemerdekaan atas pemberian Jepang.
Karena tidak adanya kata sepakat antara kedua kelompok tersebut, maka golongan muda menculik Soekarno-Hatta beserta ibu Fatmawati dan Guntur Soekarno Putra ke Rengasdengklok di sebelah timur Jakarta. Hal tersebut mereka lakukan untuk menekan kedua tokoh tersebut agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia lepas dari campur tangan Jepang.
Tapi tetap saja tidak ada kata sepakat, sehingga Achmad Soebarjo menjemput Soekarno-Hatta dan menjelaskan pada golongan muda bahwa kemerdekaan akan diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul dua belas siang. Akhirnya, Soekarno-Hatta dibebaskan dan menuju ke kediaman Laksamana Maeda Tadashi di Jl. Imam Bonjol No. 1, Jakarta guna mengadakan rapat PPKI yang pertama. Dengan begitu, gagal sudah rencana rapat PPKI pada tanggal 16 Agustus.
Pada malam kembalinya Soekarno-Hatta ke Jakarta, mereka menemui kepala Pemerintahan Umum, Jenderal Nishimura, untuk membahas rencana proklamasi kemerdekaan Indonesia. Tapi ternyata Nishimura tidak mengizinkan dilaksanakannya proklamasi. Dengan demikian, golongan tua sepakat dengan golongan muda untuk melaksanakan proklamasi lepas dari campur tangan Jepang. Dan untuk selanjutnya, PPKI dianggap bukan lagi sebagai organisasi milik Jepang.
Rapat PPKI yang pertama baru diadakan pada tanggal 18 Agustus 1945. Rapat dibuka pada pukul 11.30 dan dipimpin oleh Soekarno-Hatta. Rapat yang dihadiri oleh 27 orang ini menghasilkan penetapan dan pengesahan konstitusi sebagai hasil kerja BPUPKI yang sekarang dikenal dengan UUD 1945 sebagai konstitusi RI, dipilihnya Ir. Soekarno sebagi presiden Indonesia dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakilnya, serta pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada rapat pertamanya telah mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan tersebut meliputi:
a.       kata “Mukaddimah” diganti dengan “Pembukaan”
b.      kata “Hukum Dasar” diganti dengan “Undang-undang Dasar”
c.       kata “menurut dasar” dalam kalimat “Berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab” dihapus
d.      kalimat “…dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus.
Selain perubahan pada bagian pembukaan, perubahan juga terjadi di batang tubuh UUD 1945. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
a.       kalimat “yang beragama islam” dalam pasal 6 alinea ke-1 yang berbunyi “Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama islam” dihapus
b.      kalimat “…dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dalam pasal 29 ayat 1 yang berbunyi “…Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Hal ini dikarenakan kalimat tersebut telah dihapuskan pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-4.
Rapat PPKI yang kedua dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 19 Agustus 1945. Dalam rapat ini, presiden dan wakil presiden berhasil menetapkan 12 kementrian dan membagi wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi
Rapat PPKI yang ketiga dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 1945. Dalam rapat ini, ditetapkan tiga hal pokok sebagai berikut:
1.      Komite Nasional Indonesia (KNI) adalah badan yang berfungsi sebagai Dewan PerwakilanRakyat yang disusun dari tingkat pusat hingga ke tingkat daerah
2.      Partai Nasional Indonesia (PNI) dirancang menjadi partai tunggal Republik Indonesia (tapi pada akhirnya rencana ini dibatalkan )
3.      Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang berfungsi sebagai penjaga keamanan umum pada tiap-tiap daerah.
Selanjutnya, dibentuk KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang dipimpin oleh Kasman Singodimejo dan KNID (Komite Nasional Indonesia Daerah). Anggota KNIP terdiri dari 136 orang. Peresmian KNIP dilakukan oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus 1945.
Pada tanggal 23 Agustus 1945, Presiden mengumumkan pembentukan BKR. Kemudian akibat situasi keamanan Indonesia yang kritis (karena dibayang-bayangi oleh kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia), pemerintah memanggil Mayor KNIL, Urip Sumoharjo. Ia ditugaskan untuk membentuk pasukan tentara kebangsaan. Oleh karena itu, pada tanggal 5 Oktober 1945, nama BKR berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan pimpinan bernama Supriyadi.
Untuk selanjutnya, organisasi pertahanan dan keamanan Indonesia berulang kali mengalami pergantian nama. Tanggal 1 Januari 1946, pemerintah mengganti Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian diubah lagi menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) pada tanggal 26 Januari 1946. Pergantian nama terjadi lagi pada tanggal 5 Mei 1947 menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia).
D.    Latar Belakang Proklamasi dan Pelaksanaannya
Peristiwa proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 silam merupakan peristiwa paling bersejarah bagi rakyat Indonesia karena melalui proklamasi itulah Indonesia memperoleh kemerdekaannya setelah bertahun-tahun tertindas dalam penjajahan.
Tentunya, peristiwa tersebut mempunyai beberapa latar belakang. Latar belakang yang pertama adalah kekalahan Jepang dari Sekutu. Sekutu yang membalas dendam atas serangan Jepang sebelumnya, mengebom kota Hiroshima dan kota Nagashaki. Lumpuhnya dua kota penting tersebut melumpuhkan Jepang. Sehingga pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Tetapi Jepang menutupi kenyataan tersebut dari Indonesia.
Sayangnya, tanpa sepengetahuan Jepang berita itu bocor juga ke Indonesia. Yang mengetahui pertama kali adalah golongan muda. Mereka mendengar berita kekalahan Jepang dari siaran radio luar negeri. Golongan muda berusaha memanfaatkan kondisi vacuum of power (kekosongan kekuasaan) ini untuk melaksanakan proklamasi.
Latar belakang yang kedua adalah keinginan segenap rakyat Indonesia untuk terbebas dari penjajahan. Rakyat sudah merasa lelah dengan penderitaan yang selama ini menimpa mereka. Bahkan, para aktivis yang tidak ikut menderita seperti para romusha dan rakyat lain pun turut merasa prihatin. Maka dari itu, seluruh rakyat membulatkan tekad untuk memperoleh kemerdekaan bagi negara Indonesia dan membangun pemerintahan Indonesia yang terlepas dari campur tangan bangsa lain.
Latar belakang yang ketiga adalah adanya janji koiso dari Perdana Menteri Jepang yang bernama Jenderal Hideki Tojo. Dalam janji tersebut Jenderal Hideki Tojo mengatakan bahwa suatu saat nanti Indonesia diijinkan untuk merdeka. Janji koiso ini diumumkan dengan tujuan untuk memulihkan wibawa Jepang di mata bangsa Asia sehingga situasi perang dapat dikendalikan.
Sebenarnya, ketiga latar belakang ini saling berhubungan. Tapi latar belakang yang pertamalah yang dianggap menjadi penyebab utama dilaksanakannya proklamasi. Karena kekalahan Jepang dari Sekutu memberi kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan latar belakang yang kedua. Sedangkan latar belakang yang ketiga muncul sebagai penyelesaian dari latar belakang yang pertama bagi Jepang.
Sedangkan persiapan proklamasi sendiri berawal dari rapat-rapat yang diadakan BPUPKI. Kemudian setelah BPUPKI dianggap telah selesai menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya, dibentuk PPKI.
Ketika PPKI akan melaksanakan rapatnya yang pertama pada tanggal 16 Agustus 1945, golongan muda menekan Soekarno-Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, lepas dari campur tangan Jepang. Golongan muda menganggap PPKI sebagai badan bentukan Jepang, oleh karena itulah mereka mendesak golongan tua untuk melaksanakan proklamasi tanpa didahului rapat PPKI.
Tapi permintaan mereka ditolak oleh Soekarno-Hatta. Hal ini mengakibatkan penculikan terhadap Soekarno-Hatta, ibu Fatmawati, dan Guntur Soekarno Putra pada tanggal 16 Agustus 1945. Mereka berempat dibawa ke Rengasdengklok pukul 04.00 WIB guna menekan Soekarno-Hatta agar mau menuruti keinginan golongan muda.
Setelah terbentuk kesepakatan antara dua golongan ini bahwa proklamasi akan dilaksanakan besok pagi tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB di kediaman Ir. Soekarno. Akhirnya golongan muda membebaskan tawanannya.
Rombongan Soekarno-Hatta tiba kembali di Jakarta pada pukul 23.00 WIB. Setelah singgah di rumah masing-masing, mereka menemui Jenderal Nishimura, Kepala Pemerintahan Umum, untuk memohon izin dilaksanakannya proklamasi. Tapi Jenderal Nishimura tidak mengizinkan. Maka, sejak saat itu golongan tua sepakat dengan golongan muda untuk menganggap PPKI sebagai badan milik bangsa Indonesia, bukan badan bentukan Jepang seperti kenyataannya.
Setelah itu, rombongan menuju rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol No.1, Jakarta guna membicarakan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia keesokan harinya. Tokoh-tokoh yang hadir pada rapat itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Achmad Subardjo, anggota PPKI, dan golongan muda.
Peserta rapat berkumpul di ruang makan Laksamana Maeda. Ir. Soekarno memegang pena dan kertas karena beliaulah yang menulis naskah proklamasi. Kemudian Achmad Subarjo mengusulkan kalimat “Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia” sebagai kalimat pertama. Kalimat tersebut disambung dengan kalimat “Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l, diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnya” yang merupakan usulan dari Drs. Moh. Hatta.
Setelah konsep teks proklamasi itu selesai, teks itu pun dibawa ke ruang depan untuk dimusyawarahkan dengan tokoh-tokoh lainnya. Dan muncul masalah mengenai siapa yang akan menandatangani teks proklamasi itu. Kemudian Sukarni mengusulkan agar Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta yang menandatangani teks proklamasi atas nama bangsa Indonesia. Dan usulan itupun disetujui oleh seluruh peserta rapat.
Kemudian, konsep teks proklamasi yang telah matang itu diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Dalam pengetikan, Sayuti Melik melakukan sedikit perubahan. Perubahan tersebut yaitu kata “tempoh” menjadi “tempo”, kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia” di atas tandatangan Soekarno-Hatta diganti menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”, dan penulisan tanggal yang semula berupa “Djakarta, 17-8-‘05” diubah menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05”. Tahun 05 adalah tahun Showa (tahun Jepang) yaitu tahun 2605. Tahun 2605 itu sama dengan tahun 1945 pada system kalender Masehi. Setelah pengetikan selesai, naskah tersebut ditandatangani oleh Soekarno-Hatta. Tak lupa, ibu Fatmawati ikut serta dalam persiapan proklamasi, yaitu bertugas menjahit bendera yang akan dikibarkan besok (17 Agustus 1945).
Keesokan harinya, yaitu hari Jum’at tanggal 17 Agustus 1945, banyak tokoh pergerakan nasional dan rakyat yang berkumpul di kediaman Ir. Soekarno pada pukul 10.00 WIB. Mereka datang untuk menyaksikan langsung pelaksanaan proklamasi Indonesia.
Beberapa menit sebelum pukul 10.30 WIB, Soekarno-Hatta berjalan berdampingan menuju mikrofon. Kemudian, Soekarno berpidato singkat. Di tengah-tengah pidato itulah, teks proklamasi dibacakan oleh Soekarno. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera sang merah putih. S. Suhud mengambil bendera merah putih dari nampan yang telah disediakan kemudian mengibarkannya dengan dibantu oleh Latief Hendradiningrat. Ketika sang saka merah putih mulai dikibarkan, serentak hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah pengibaran bendera, acara ditutup dengan sambutan dari walikota Suwiryo dan Dr. Muwardi.
Peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut berlangsung dengan aman dan tertib. Ratusan pemuda, anggota Barisan Pelopor, dan pasukan Pembela Tanah Air (Peta) mengadakan penjagaan di luar halaman rumah Ir. Soekarno. Hal tersebut mereka lakukan guna mengantisipasi serangan dari pasukan Jepang yang berada di Jakarta.
Tak lupa, para pemuda yang aktif dalam perwujudan kemerdekaan Indonesia, menyebarkan berita proklamasi tersebut tanpa lelah. Mereka menyebarkannya melalui pamphlet, pertemuan, bahkan dengan tulisan-tulisan di tembok. Ada pula yang menyebarkannya melalui surat kabar dan radio. Pekik merdeka berkumandang di seluruh tanah air Indonesia. Seluruh rakyat menyambut gembira peristiwa proklamasi tersebut karena pada akhirnya Indonesia bisa meraih kemerdekaannya. Dengan begitu, tercapai sudah kemerdekaan negara Indonesia sebagai cita-cita seluruh rakyat Indonesia.

4 komentar: